PEMBUKAAN
WILAYAH HUTAN
A.
PENGERTIAN DAN KONSEP
Pembukaan
wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat sarana dan
prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu. Prasarana tersebut meliputi
rencana sumbu jalan (trase), base camp, jembatan, gorong-gorong dll.
§ PWH adalah suatu kegiatan di dalam
pengelolaan hutan yang berusaha menciptakan persyaratan-persyaratan yang lebih
baik agar pengelolaan hutan dapat lestari,
§ Merupakan perpaduan teknik, ekonomis
dan ekologis dari pembukaan dasar wilayah hutan, pembukaan tegakan dan sistem
penanaman, pemeliharaan, penjarangan dan pemanenan.
Pada
tahun 1970-an, PWH merupakan suatu kegiatan pembukaan jalan untuk mengeluarkan
kayu dari hutan, dimana pada saat itu :
§ Belum ada
usaha untuk mengusahakan agar hutan dapat lestari
§ Menghasilkan kayu sebanyak-banyaknya
dengan biaya sekecil-kecilnya sehingga terjadi kerusakan hutan.
Tujuan PWH
§ Adalah untuk mempermudah penataan
hutan, tindakan-tindakan pembinaan hutan (penanaman, pemeliharaan,
penjarangan), pencegahan terhadap gangguan hutan dan PHH terutama penyaradan
dan pengangkutan kayu.
2.
Perananan dan Fungsi PWH
Perananan PWH :
§ PWH secara keseluruhan merupakan
persyaratan bagi kelancaran pelaksanaan dan pengawasan dalam produksi hutan dan
PWH bertugas menciptakan kondisi yang lebih baik dalam pengelolaan hutan serta
meningkatkan fungsi sosial dan ekonomi dari hutan.
Fungsi PWH :
1.
Mempermudah penataan hutan
§ Membuat tata batas dalam dan luar hutan
§ Tata batas dalam membagi areal hutan ke dalam blok-blok.
2. Mempermudah pengukuran pekerja,
peralatan dan bahan-bahan keluar masuk hutan.
3.
Mempermudah kegiatan pembinaan hutan.
4. Mempermudah kegiatan pemanenan
hasil hutan ) penebangan, penyaradan, pengumpulan, pengnagkutan dan penimbunan)
5.
Mempermudah pengawasan hutan.
6. Mempermudah perlindungan hutan
(terhadap kebakaran, serangan hama
dan penyakit hutan)
7.
Memungkinkan hutan sebagai tempat rekreasi yang mudah dicapai.
8. Di daerah yang
terisolasi/terpencil, PWH dapat merupakan bagian yang penting dari
infrastruktur daerah tersebut, bahkan dapat merupakan pionir pengembangan
hutan.
3. Tingkat-tingkat PWH
1. Pembukaan wilayah hutan yang
menghubungkan areal hutan yang dikelola dengan lalu lintas umum atau dengan
industri kayu.
Biasa juga disebut jalan koridor, yaitu jalan yang
menghubungkan jalan areal hutan dengan lalu-lintas umum yang letaknya di luar
wilayah hutan (acces road).
2. Pembukaan wilayah hutan yang
menghubungkan bagian-bagian hutan dengan jalan koridor.
PWH
ini dilakukan dengan jalan utama (main road)
3. Pembukaan wilayah hutan yang
membuka bagian hutan dan menghubungkannya dengan jalan utama.
Ø
PWH ini dilakukan dengan membuat
jalan cabang dan jalan ranting.
Ø
Jalan
cabang dan ranting untuk menghubungkan bagian dengan jalan utama.
Ø
Dengan
adanya tingkatan PWH dapat dikatakan bahwa PWH merupakan pembukaan wilayah
bukan pembukaan titik.
Ø
Pembukaan
titik hanya menghubungkan 2 tempat saja.
Cirinya : standar jalan sama
Ø
Pembukaan
wilayah : membuka wilayah secara merata.
Cirinya : ada perbedaan kelas-kelas standar jalan.
Ciri khas pembukaan wilayah al :
1. Konsentrasi kendaraan akan mulai
padat apabila keluar hutan.
2. Jarak angkut dalam hutan lebih
pendek dibanding jarak angkut di luar hutan, sehingga untuk mengangkut kayu di
hutan muatannya yang lebih diperhatikan bukan kecepatannya, bila di luar,
kecepatan dan muatan harus diperhatikan.
§ Kecepatan di jalan ranting : 4-8 km/jam
§ Kecepatan di jalan cabang : 10-15 km/jam
§ Kecepatan di jalan utama : 30-40 km/jam
§ Kecepatan di jalan koridor : 40-50 km/jam
Ø
Jalan
utama :
§ Menghubungkan bagian-bagian hutan
dengan areal luar hutan.
§ Mempunyai standar tertentu (merupakan
jalan permanen yang diperlihara terus-menerus setiap tahun).
Ø
Jalan
cabang :
§ Menghubungkan bagian di dalam hutan dengan jalan utama
§ Jalan ini kadang diperkeras, tergantung fungsinya.
§ Diperlihara secara permanen/secara preriodik.
Ø
Jalan
sarad :
§ Menghubungkan individu pohon dengan jalan
ranting/cabang/ utama
§ Jalan tanah
§ Standar teknik untuk jalan sarad lebih rendah dari jalan
lainnya.
§ Jarak angkut 300-400 m
B. PARAMETER PENILAI
PWH
Untuk
mengetahui suatu jaringan jalan yang sudah ada atau yang direncanakan, telah
dikembangkan beberapa parameter penilai, yaitu :
1.
Kerapatan jalan (WD)
2.
Spasi jalan (WA)
3.
Persen PWH (E)
4.
Jarak sarad rata-rata (RE)
1.
Kerapatan jalan
§ Kerapatan jalan (WD) adalah panjang
jalan rata-rata pada suatu areal tertentu (m/ha).
2.
Spasi/Jarak Jalan
§ Spasi jalan (WA) adalah jarak
rata-rata antar jalan angkutan yang dibangun dalam suatu areal (m, hm).
3.
Jarak Sarad Rata-rata
Menurut Segebaden (1964) ada 3 jenis jarak sarad
rata-rata :
a. Jarak sarad rata-rata terpendek dari model PWH yang
ideal (REo).
b. Jarak sarad rata-rata terpendek yang sebenarnya di
lapangan (REm).
c. Jarak sarad rata yang ditempuh di
dalam penyaradan sebenarnya di lapangan (REt).
§ Untuk mendapatkan jarak sarad
rata-rata yang sebenarnya dari kerapatan jalan, Segebaden (1964) menganjurkan
memakai dua faktor koreksi, yaitu :
1. Faktor koreksi jaringan jalan :
Vcorr ini mengoreksi tata letak jalan di lapangan.
2. Faktor koreksi jalan sarad :
Tcorr ini mengoreksi jarak sarad, dimana kayu tidak disarad melalui
jalan terpendek ke jalan angkutan atau landing, melainkan melalui jalan yang
lebih panjang, karena adanya halangan-halangan di tengah jalan seperti
kemiringan lapangan, tanah tidak rata, tegakan dll.
§ Gabungan kedua faktor koreksi tersebut di atas disingkat
KG
FAO (1974), menyarankan agar di dalam pemanenan dan
penangangkutan kayu di antara tanaman di negara berkembang dipergunakan nilai
KG sbb. :
§ Untuk di daerah datar : KG = 1,6 – 2,0
§ Untuk di daerah sedang dan berbukit : KG = 2,0 – 2,8
§ Untuk di daerah pegunungan dan curam : KG = 2,8 – 3,6
§ Untuk di daerah pegunungan dan sangat curam : KG >3,6
v Persen PWH
§ Persen PWH adalah persen
keterlayanan/keterbukaan suatu wilayah hutan yang disebabkan oleh pembuatan
jalan (PWH).
§ Cara
menghitung % PWH :
a. Berdasarkan Backmund (1966)
b. Berdasarkan Sachs (1968)
Menurut Backmund (1966) bahwa luas
areal dibuka ada 3 macam :
1. Pembuatan jalan hutan diasumsikan
membuka wilayah di kiri dan kanan jalan.
2. Lebar wilayah yang terbuka oleh
pembuatan jalan = WA, artinya sebelah kanan jalan terbuka ½ WA dan sebelah kiri
jalan terbuka ½ WA.
3. Luas total areal yang terbuka
adalah jumlah luas total dari areal yang terbuka dalam jalur tadi (menjumlahkan
luas jalur-jalur yang terbuka).
Menurut Sachs (1968), dengan mengubah asumsi kedua :
Lebar areal yang terbuka di sebelah kiri dan kanan
tersebut tidak bisa diukur dengan WA tetapi harus disesuaikan dengan teknologi
yang dipakai dalam sub sistem penyaradan.
§ Lebar jalan
yang dikiri dan kana tidak sama, tetapi berdasarkan topografinya.
§ Naik
lereng, jangkauan alat penyaradan kayu lebih pendek dan sebaliknya.
§ Kriteria
angka yang dapat dipakai sebagai patokan menurut Backmund (1966) :
E (%)
|
Penilai
|
<
65
65
– 70
70
– 75
75
– 80
>
80
|
Tidak
baik
Cukup
Baik
Sangat
Baik
Luar
biasa
|
v
Bilangan
PWH
§ Bilangan PWH adalah suatu bilangan
yang menunjukkan suatu parameter kerapatan jalan dan % PWH yang digunakan untuk
menyatakan persen kualitas dari PWH dinyatakan dalam bentuk tulisan. (Misalnya
WD = 45 m/ha, E = 77 %, maka bilangan PWH = 45/77).
C. POLA JARINGAN JALAN DAN TIPE JALAN HUTAN
A. Pola jalan di daerah
datar
1. Jalan-jalan sejajar menuju ke satu
titik/pusat
2. Jalan-jalan angkutan sejajar
menuju kesatu jalan induk dengan sudut antara jalan induk dengan jalan cabang
35 °
3. Jalan-jalan angkutan sejajar
menuju ke beberapa titik pusat.
4. Jalan-jalan sejajar menyudut
dengan membelah blok hutan.
B. Pola Jalan di Daerah
Pegunungan
1. Jalan-jalan hutan sejajar di
daerah lereng yang panjang dihubungkan dengan jalan sejajar menanjak.
2. Jika lereng sempit, maka teknik
pembukaan wilayah hutan dua jalan yaitu jalan punggung dan jalan lembah.
3. Jika lembahnya sedang digunakan
pola jalan sejajar menuruni lereng
4. Pola jaringan acak dengan jarak
dan arah yang tidak teratur/tak terencanakan
5. Pola jaringan jalan cincin. Bisa
digunung atau cekungan besar yang dikelilingi gunung-gunung/sungai, danau.
C. Lokasi dan Tipe
Jalan Angkutan
Berdasarkan lokasi jalan dapat dibedakan 3 tipe jalan :
(a) Jalan Lembah
§ Jalan lembah adalah jalan yang terdapat di lembah.
§ Kelebihan jalan lembah :
1. Mudah dibuat
2. Tidak banyak galian dan timbunan
3. Kayu yang disarad ke jalan lembah
adalah kayu yang disarad turun lereng.
§ Kelemahan :
1. Sering harus membuat jembatan
2. Pada musim hujan kemungkinan terendam air banjir sehingga jalan dan jembatan rusak.
(b) Jalan Punggung
§ Jalan punggung ialah jalan yang menyusuri punggung
bukit.
§ Kelebihan jalan punggung :
1. Keadaannya kering, sehinga intensitas pemakaiannya
lebih tinggi
2. Biaya pemeliharaannya lebih rendah
§ Kelemahan jalan punggung :
1. Banyak galian dan timbunan
2. Biayanya lebih mahal dari
pembuatan jalan lembah
3. Kayu yang diangkut melalui jalan ini
harus disarad naik lereng
(c) Jalan Kontur
§ Jalan kontur ialah jalan yang
mengikuti kontur. Jalan kontur dibuat apabila lereng cukup lebar dan landai.
§ Kayu yang diangkut berasal dari kayu
yang disarad naik dan turun lereng.